Kalau dipikir-pikir, ulama-ulama kita banyak mengeluarkan fatwa-fatwa yang kontroversial akhir-akhir ini. Ada fatwa yang menyatakan golput pada pemilu itu haram. Namun tetap saja fatwa tersebut tidak berpengaruh. Pemilu kemarin justru yang menang itu partai Golput, bukan demokrat. Karena hampir 50 juta pemilih golput, nah lho.
Yang paling baru adalah adanya fatwa dari ulama-ulama di Jatim yang menyatakan bahwa social networking yang sekarang ini lagi ngetren, facebook itu HARAM. Saya sebagai pengguna facebook bertanya-tanya, lho kok bisa? Kalau memang haram, berarti sebanyak apa dosa saya sekarang ini? Ampunilah hambamu ini ya Allah……..
Oke….Lupakan itu, saya bukan tipe orang yang percaya mentah-mentah dengan informasi yang ada.
Saya tidak tahu apa yang ada di pikiran Ulama-ulama tersebut. Tapi memang tidak bisa di bantah, mereka pasti bukan sembarang orang. Orang-orang yang memang sudah menguasai ilmu Islam secara mendalam. Berarti ada alasan logis untuk menjawab pertanyaan “mengapa kok bisa haram?”. Mungkin mereka beranggapan banyak hal-hal yang bersifat haram dalam dunia facebook. Memang jelas yang seperti itu tetap ada, bahkan ada dimana-mana bukan hanya di facebook. Namun, apakah ini alasan rasional untuk mengharamkan facebook?
Facebook mungkin bisa di ibaratkan sebagai rumah. Dimana halaman profil bisa disebut etalase di rumah kita yang berisi informasi tentang pemilik rumah. Rumah yang memiliki alamat, daftar alamat rumah lain (friend), saling berkunjung antar rumah, saling ngobrol, membagi gagasan dll. Sama seperti rumah yang ada di dunia nyata.
Di rumah-rumah dunia nyata orang bisa membangun keluarga yang sakinah, penuh kebaikan, kehangatan. Namun bisa juga sebaliknya, membentuk keluarga amburadul yang penuh dengan dosa. Sama seperti Facebook.
Apa yang dilakukan pengelola Facebook hanya memberi kapling rumah untuk disewakan secara gratis. Setelah itu pengelolaan rumah di tangani oleh penyewa, dalam hal ini pengguna facebook. Mau rumah itu di jadikan alat bisnis, tempat pamer foto, dakwah, atau yang lain. Itu terserah pengguna kan?
Yang dilakukan Ulama tersebut itu sama saja mengharamkan kita untuk membuat atau memiliki rumah. Karena mereka beranggapan banyak rumah-rumah dibangun untuk dosa. Bukankah itu tidak rasional?
Saya baca berita yang lain, disitu ulama menyatakan Facebook diharamkan untuk tujuan maksiat dan dosa.
Ada yang janggal dengan itu? Kalau itu ditanyakan ke saya mungkin akan saya jawab begini
“Oke…bapak mungkin memang lebih tahu agama dari kami. Namun kami tidak bodoh-bodoh amat. Kami tahu, meskipun mungkin kami belajar hanya dari buku pelajaran atau buku saku kecil bukan seperti bapak yang belajar dari ensiklopedi Islam yang tebalnya cukup untuk membuat rak buku ambruk. Kami tahu maksiat itu memang dilarang, dengan cara apapun, dimanapun. Kami juga tahu bergunjing itu tidak baik. Kami sudah tahu sebelum bapak mengeluarkan fatwa itu. Jika kami sudah tahu, untuk apa dikeluarkan fatwa itu? Yang sebelumnya sudah diketahui jelas-jelas haram.”
Yang salah disini adalah, facebook untuk maksiat atau bergunjing memang haram, tapi yang haram adalah maksiat dan bergunjingnya, bukan facebooknya. Suatu kesalahan besar menyatakan facebook itu haram.
Facebook hanyalah sarana, sama seperti organ tubuh kita yang bisa digunakan untuk berbuat pahala atau dosa. Bila bergunjing dilarang, apakah mempunyai mulut itu juga haram? Saya yakin, semua orang bisa menjawabnya.
Daripada hanya mengeluarkan fatwa itu, mari para ulama dan tokoh-tokoh Islam dalam negeri bersatu untuk memanfaatkan facebook untuk sarana dakwah. Pengguna facebook diindonesia akhir-akhir ini meningkat, itu pasar yang potensial untuk di dakwahi. Mengajak agar mereka terhindar dari perbuatan dosa. Ini akan lebih baik daripada sekedar mengeluarkan fatwa-fatwa yang kontroversial. Yang justru menurunkan wibawa mereka.
Saya disini hanya menyampaikan uneg-uneg, pendapat, suara hati dan suara-suara lainnya. Bukan maksud untuk merendahkan mereka atau menggurui mereka. Saya menghormati mereka dan jelas mereka tidak pantas untuk digurui, apalagi oleh saya, semua tahu itu. Karena itu, mohon maaf kalau ada kata-kata saya kurang berkenan. Saya hanya ingin agar semua menjadi lebih baik. Meski kadang yang terjadi tidak begitu.
(AHP, 25 Mei 2009 19:30)
Yang paling baru adalah adanya fatwa dari ulama-ulama di Jatim yang menyatakan bahwa social networking yang sekarang ini lagi ngetren, facebook itu HARAM. Saya sebagai pengguna facebook bertanya-tanya, lho kok bisa? Kalau memang haram, berarti sebanyak apa dosa saya sekarang ini? Ampunilah hambamu ini ya Allah……..
Oke….Lupakan itu, saya bukan tipe orang yang percaya mentah-mentah dengan informasi yang ada.
Saya tidak tahu apa yang ada di pikiran Ulama-ulama tersebut. Tapi memang tidak bisa di bantah, mereka pasti bukan sembarang orang. Orang-orang yang memang sudah menguasai ilmu Islam secara mendalam. Berarti ada alasan logis untuk menjawab pertanyaan “mengapa kok bisa haram?”. Mungkin mereka beranggapan banyak hal-hal yang bersifat haram dalam dunia facebook. Memang jelas yang seperti itu tetap ada, bahkan ada dimana-mana bukan hanya di facebook. Namun, apakah ini alasan rasional untuk mengharamkan facebook?
Facebook mungkin bisa di ibaratkan sebagai rumah. Dimana halaman profil bisa disebut etalase di rumah kita yang berisi informasi tentang pemilik rumah. Rumah yang memiliki alamat, daftar alamat rumah lain (friend), saling berkunjung antar rumah, saling ngobrol, membagi gagasan dll. Sama seperti rumah yang ada di dunia nyata.
Di rumah-rumah dunia nyata orang bisa membangun keluarga yang sakinah, penuh kebaikan, kehangatan. Namun bisa juga sebaliknya, membentuk keluarga amburadul yang penuh dengan dosa. Sama seperti Facebook.
Apa yang dilakukan pengelola Facebook hanya memberi kapling rumah untuk disewakan secara gratis. Setelah itu pengelolaan rumah di tangani oleh penyewa, dalam hal ini pengguna facebook. Mau rumah itu di jadikan alat bisnis, tempat pamer foto, dakwah, atau yang lain. Itu terserah pengguna kan?
Yang dilakukan Ulama tersebut itu sama saja mengharamkan kita untuk membuat atau memiliki rumah. Karena mereka beranggapan banyak rumah-rumah dibangun untuk dosa. Bukankah itu tidak rasional?
Saya baca berita yang lain, disitu ulama menyatakan Facebook diharamkan untuk tujuan maksiat dan dosa.
Ada yang janggal dengan itu? Kalau itu ditanyakan ke saya mungkin akan saya jawab begini
“Oke…bapak mungkin memang lebih tahu agama dari kami. Namun kami tidak bodoh-bodoh amat. Kami tahu, meskipun mungkin kami belajar hanya dari buku pelajaran atau buku saku kecil bukan seperti bapak yang belajar dari ensiklopedi Islam yang tebalnya cukup untuk membuat rak buku ambruk. Kami tahu maksiat itu memang dilarang, dengan cara apapun, dimanapun. Kami juga tahu bergunjing itu tidak baik. Kami sudah tahu sebelum bapak mengeluarkan fatwa itu. Jika kami sudah tahu, untuk apa dikeluarkan fatwa itu? Yang sebelumnya sudah diketahui jelas-jelas haram.”
Yang salah disini adalah, facebook untuk maksiat atau bergunjing memang haram, tapi yang haram adalah maksiat dan bergunjingnya, bukan facebooknya. Suatu kesalahan besar menyatakan facebook itu haram.
Facebook hanyalah sarana, sama seperti organ tubuh kita yang bisa digunakan untuk berbuat pahala atau dosa. Bila bergunjing dilarang, apakah mempunyai mulut itu juga haram? Saya yakin, semua orang bisa menjawabnya.
Daripada hanya mengeluarkan fatwa itu, mari para ulama dan tokoh-tokoh Islam dalam negeri bersatu untuk memanfaatkan facebook untuk sarana dakwah. Pengguna facebook diindonesia akhir-akhir ini meningkat, itu pasar yang potensial untuk di dakwahi. Mengajak agar mereka terhindar dari perbuatan dosa. Ini akan lebih baik daripada sekedar mengeluarkan fatwa-fatwa yang kontroversial. Yang justru menurunkan wibawa mereka.
Saya disini hanya menyampaikan uneg-uneg, pendapat, suara hati dan suara-suara lainnya. Bukan maksud untuk merendahkan mereka atau menggurui mereka. Saya menghormati mereka dan jelas mereka tidak pantas untuk digurui, apalagi oleh saya, semua tahu itu. Karena itu, mohon maaf kalau ada kata-kata saya kurang berkenan. Saya hanya ingin agar semua menjadi lebih baik. Meski kadang yang terjadi tidak begitu.
(AHP, 25 Mei 2009 19:30)